Jumat, 27 November 2009

 
 
 
 
Posted by Picasa

Jumat, 25 September 2009

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL


Pembahasan dalam bab ini bertujuan untuk memahami Pancasila sebagai ideologi, yang meliputi sebagai berikut.
a. Pengertian ideologi.
b. Makna ideologi bagi negara.
c. Perbandingan ideologi Pancasila dengan ideologi lain (liberalisme dan sosialisme).
d. Pancasila sebagai ideologi terbuka.

A. PENGERTIAN IDEOLOGI
1. Arti Ideologi
Ideologi adalah gabungan dari dua kata majemuk idea dan logos, yang berasal dari bahasa Yunani eidos dan logos. Secara sederhana ideologi berarti suatu gagasan yang berdasarkan pemikiran yang sedalam-dalamnya dan merupakan pemikiran filsafat. Dalam arti kata luas istilah ideologi dipergunakan untuk segala kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif. Dalam artian ini ideologi disebut terbuka. Dalam arti sempit ideologi adalah gagasan atau teori yang menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang mau menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. Dalam artian ini disebut juga ideologi tertutup. Kata ideologi sering juga dijumpai untuk pengertian memutlakkan gagasan tertentu, sifatnya tertutup di mana teori-teori bersifat pura-pura dengan kebenaran tertentu, tetapi menyembunyikan kepentingan kekuasaan tertentu yang bertentangan dengan teorinya. Dalam hal ini ideologi diasosiasikan kepada hal yang bersifat negatif.
Ideologi juga diartikan sebagai ajaran, doktrin, teori, atau ilmu yang diyakini kebenarannya, yang disusun secara sistematis dan diberi petunjuk pelaksanaannya dalam menanggapi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Bahan Penataran BP-7 Pusat, 1993). Suatu pandangan hidup akan meningkat menjadi suatu falsafah hidup, apabila telah mendapat landasan berpikir maupun motivasi yang lebih jelas, sedangkan kristalisasinya kemudian membentuk suatu ideologi. Keterikatan ideologi dengan pandangan hidup akan membedakan ideologi suatu bangsa dengan bangsa lain.
Dalam praktek orang menganut dan mempertahankan ideologi karena memandang ideologi itu sebagai cita-cita, ideologi merumuskan cita-cita hidup. Oleh sebab itu, menurut Gunawan Setiardja (1993) ideologi dapat dirumuskan sebagai seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas, yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup.
Ideologi berada satu tingkat lebih rendah dari filsafat. Berbeda dengan filsafat, yang digerakkan oleh kecintaan kepada kebenaran dan sering tanpa pamrih apapun juga, maka ideologi digerakkan oleh tekad untuk mengubah keadaan yang tidak diinginkan, menuju ke arah keadaan yang diinginkan. Dalam ideologi sudah ada suatu komitmen, sudah terkandung wawasan masa depan yang dikehendaki dan hendak diwujudkan dalam kenyataan.
Jika filsafat merupakan kegemaran dan sebagian kecil orang saja, karena memang tidak semua orang mempunyai kecenderungan pribadi mencari kebenaran tertinggi itu, maka ideologi diminati oleh lebih banyak manusia. Menurut Edward Shils (lihat BP-7 Pusat, 1991: 382-384), salah seorang pakar mengenai ideologi, jika manusia sudah mencapai taraf perkembangan intelektual tertentu, maka kecenderungan menyusun ideologi ini merupakan suatu ciri dasar kemanusiaannya. Manusia sebagai makhluk berpikir akan selalu semakin cerdas dan semakin terdidik sebagai warga masyarakat, semakin meningkat kebutuhannya akan wawasan ideologi. Oleh karena itu, ideologi merupakan wawasan yang hendak diwujudkan, maka ideologi selalu berkonotasi politik. Ideologi hampir selalu bersumber dari nilai-nilai filsafat yang mendahuluinya dan menghubungkannya dengan politik yang menangani dunia nyata yang hendak diubah. Politik, yang juga bisa diterjemahkan sebagai kebijakan, menyangkut asas serta dasar bagaimana mewujudkan ideologi itu ke dalam kenyataan, khususnya dengan membangun kekuatan yang diperlukan, serta untuk mempergunakan kekuatan itu untuk mencapai tujuan.
Dewasa ini ideologi telah menjadi suatu pengertian yang kompleks. Perkembangan akhir-akhir ini menunjukkan terjadinya pembedaan yang makin jelas antara ideologi, filsafat, ilmu, dan teologi. Ideologi dipandang sebagai pemikiran yang timbul karena pertimbangan kepentingan. Di dalam ideologi orang tidak mempermasalahkan nilai kebenaran internalnya. Ideologi dipandang sebagai belief system, sedangkan ilmu, filsafat, ataupun teologi merupakan pemikiran yang bersifat refleksif, kritis, dan sistematik, di mana ruertimbangan utamanya adalah kebenaran pemikiran. Karena perbedaan itu teologi disebut sebagai suatu sistem pemikiran yang sifatnya tertutup arka, 1985: 372).
Dalam perkembangan itu ideologi mempunyai arti yang berbeda. Pertama, ideologi diartikan sebagai weltanschuung, yaitu pengetahuan yang mengandung pemikiran-pemikiran besar, cita-cita besar, mengenai sejarah, manusia, masyarakat, negara (science of ideas). Dalam pengertian ini kerap kali ideologi dfaamakan artinya dengan ajaran filsafat. Kedua, ideologi diartikan sebagai pemikiran yang tidak memperhatikan kebenaran internal dan kenyataan iafcipiiis, ditujukan dan tumbuh berdasarkan pertimbangan kepentingan tertentu dbn karena itu ideologi cenderung menjadi bersifat tertutup. Ketiga, ideologi dfovtikan sebagai suatu belief system dan karena itu berbeda dengan ilmu, filsafat, jiaupun teologi yang secara formal merupakan suatu knowledge system (bersifat refeksif, sistematis, dan kritis).

2. Pancasila sebagai Ideologi Nasional
Ideologi adalah istilah yang sejak lama telah dipakai dan menunjukkan Sieb-erapa arti. Semua arti itu menurut Destutt de Tracy pada tahun 1796, memakai istilah ideologi dengan pengertian science of ideas, yaitu suatu program diharapkan dapat membawa perubahan institusional dalam masyarakat Francis. Namun, Napoleon mencemoohkan sebagai khayalan belaka yang tidak arti praktis. Ideologi semacam itu adalah impian semata yang tidak akan ditemui kenyataan riil. Namun demikian, ideologi mempunyai arti orientasi ; menempatkan seseorang dalam lingkungan ilmiah dan sosial. Dalam mengatasi ini ideologi mempunyai pandangan tentang alam, masyarakat, manusia, dan segala realitas yang dijumpai serta dialami semasa hidupnya.
Terdapat empat tipe ideologi (BP-7 Pusat, 1991: 384), yaitu sebagai berikut.
a. Ideologi konservatif, yaitu ideologi yang memelihara keadaan yang ada (statusquo), setidak-tidaknya secara umum, walaupun membuka kemungkinan perbaikan dalam hal-hal teknis.
b. Kontra ideologi, yaitu melegitimasikan penyimpangan yang ada dalam masyarakat sebagai yang sesuai dan malah dianggap baik.
c. Ideologi reformis, yaitu berkehendak untuk mengubah keadaan.
d. Ideologi revolusioner, yaitu ideologi yang bertujuan mengubah seluruh sistem nilai masyarakat itu.
Suatu ideologi yang sama dalam perjalanan hidup yang cukup panjang biasa berubah tipe. Ideologi komunis yang pernah bersifat revolusioner sebelum rerkuasa, menjadi sangat konservatif setelah para pendukungnya bekisah perjalanan sejarah Pancasila sebagai ideologi mengandung sifat reformis dan revolusioner.
Kita mengenal berbagai istilah ideologi, seperti ideologi negara, ideologi bangsa, dan ideologi nasional. Ideologi negara khusus dikaitkan dengan pengaturan penyelenggaraan pemerintahan negara. Sedangkan ideologi nasional mencakup ideologi negara dan ideologi yang berhubungan dengan pandangan hidup bangsa. Bagi bangsa Indonesia, ideologi nasipnalnya tercermin dan terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
Ideologi nasional bangsa Indonesia yang tercermin dan terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 adalah ideologi perjuangan, yaitu yang sarat dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa untuk mewujudkan negara merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur (Bahan Penataran. BP-7 Pusat, 1993).
Dalam alinea pertama Pembukaan UUD 1945 terkandung motivasi, dasar, dan pembenaran perjuangan (kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan bertentangan dengan perikemanusiaan darvperikeadilan). Alinea kedua mengandung cita-cita bangsa Indonesia (negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur). Alinea ketiga memuat petunjuk atau tekad pelaksanaannya (menyatakan kemerdekaan atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa). Alinea keempat memuat tugas negara/tujuan nasional, penyusunan undang-undang dasar, bentuk susunan negara yang berkedaulatan rakyat dan dasar negara Pancasila.
Pembukaan UUD 1945 yang mengandung pokok-pokok pikiran yang dijiwai Pancasila, dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal Batang Tubuh UUD 1945. Dengan kata lain, pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 itu tidak lain adalah Pancasila, yang kemudian dijabarkan dalam pasal-pasal dari Batang Tubuh UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 memenuhi persyaratan sebagai ideologi yang memuat ajaran, doktrin, teori, dan/atau ilmu tentang cita-cita (ide) bangsa Indonesia yang diyakini kebenarannya dan disusun secara sistematis serta diberi petunjuk pelaksanaannya (BP-7 Pusat, 1993).
Pancasila sebagai ideologi nasional dapat diartikan sebagai suatu pemikiran yang memuat pandangan dasar dan cita-cita mengenai sejarah, manusia, masyarakat, hukum, dan negara Indonesia, yang bersumber dari kebudayaan Indonesia.

B. MAKNA IDEOLOGI BAGI NEGARA
Pancasila sebagai ideologi nasional mengandung nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, yaitu cara berpikir dan cara kerja perjuangan. Pancasila perlu dipahami dengan latar belakang sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila perlu dipahami dengan latar belakang konstitusi proklamasi atau hukum dasar kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, yaitu Pembukaan, Batang Tubuh, serta Penjelasan UUD 1945.
Pancasila bersifat integralistik, yaitu paham tentang hakikat negara yang dilandasi dengan konsep kehidupan bernegara. Pancasila yang melandasi Itehidupan bernegara menurut Supomo adalah dalam kerangka negara imtegralistik, untuk membedakan paham-paham yang digunakan oleh pemikir fcenegaraan lain. Untuk memahami konsep Pancasila bersifat integralistik, maka loiebih dahulu kita harus melihat beberapa teori (paham) mengenai dasar jnegara, yaitu sebagai berikut.



1. Teori Perseorangan (Individualistik)
Sarjana-sarjana yang membahas teori individualistik adalah Herbert Spencer •.''520-1903) dan 'Herald J. Laski (1893-1950). Pada intinya, menurut teori ini, Tiesara adalah masyarakat hukum (legal society) yang disusun.atas kontrak antara r&Iuruh orang dalam masyarakat itu (social contrac). Hal ini mempunyai pengertian bahwa negara dipandang sebagai organisasi kesatuan pergaulan iraiup manusia yang tertinggi. Dengan semangat renaissance, manusia telah nenemukan kembali kepribadiannya. Manusia sebagai individu hidup bebas izn merdeka, tidak ada yang di bawah oleh orang lain, semua dalam kedudukan iin taraf yang sama. Individu itu selalu hendak menonjolkan din sebagai aku. Dsa pusat kekuasaan dan selalu berusaha memperbesar kekuasaannya. Oleh karena itu, individu saling berhadapan, senantiasa mengadu tenaga dalam perebutan kekuasaan (Laboratorium Pancasila IKIP Malang, 1983). Negara iqpandang sebagai hasil perjanjian masyarakat (social contract) dari individu-iadi\-idu yang bebas, sehingga hak-hak orang seorang (hak asasi) adalah lebih trnggi kedudukannya daripada negara yang merupakan hasil bentukan xadi\*idu-individu bebas tersebut.
Cara pandang individualistis ini sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Soepomo dalam rapat BPUPKI, tidak kita pilih atau tidak kita ikuti. Cara pandang xmiividualistis ini mendapat pertentangan di dalam sejarah kenegaraan di Eropa kelompok sosialis - komunis yang di pelopori oleh Marx, Engels, dan Lenin.

2. Teori Golongan (Class Theory )
Teori ini diajarkan, antara lain oleh Karl Marx (1818-1883). Menurut Karl Marx, negara merupakan penjelmaan dari pertentangan-pertentangan kekuatan ffonomi. Negara dipergunakan sebagai alat oleh mereka yang kuat untuk isenindas golongan ekonomi yang lemah. Yang dimaksud dengan golongan fionomi yang kuat adalah mereka yang memiliki alat-alat produksi. Negara aican lenyap dengan sendirinya kalau dalam masyarakat sudah tidak ada lagi perbedaan kelas dan pertentangan ekonomi (Soehino, 1986: 133). Menurut Marx, nes^ra terjadi dalam sejarah perkembangan masyarakat yang meliputi tiga fase, saitu fase borjuis, fase kapitalis, dan fase sosialis-komunis.

3. Teori Kebersamaan (Integralistik) ?
Teori integralistik semula diajarkan oleh Spinoza, Adam Muhler, dan lain-lain yang mengemukakan bahwa negara adalah suatu susunan masyarakat yang integral di antara semua golongan dan semua bagian dari seluruh anggota masyarakat. Persatuan masyarakat itu merupakan persatuan masyarakat yang organis.
Dari segi integritas antara pemerintah dan rakyat, negara memikirkan penghidupan dan kesejahteraan bangsa seluruhnya, negara menyatu dengan rakyat dan tidak memihak pada salah satu golongan dan tidak pula menganggap kepentingan pribadi yang lebih diutamakan, melainkan kepentingan dan keselamatan bangsa serta negara sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Soepomo menganggap teori integralistik paling sesuai dengan bangsa Indonesia yang masyarakatnya beraneka ragam. Juga secara kenyataan, teori ini telah dilaksanakan oleh bangsa Indonesia semenjak dahulu di desa-desa, seperti kebiasaan pemimpin yang selalu bermusyawarah dengan rakyatnya. Hal ini lebih tegas dinyatakan dalam Penjelasan UUD 1945 bahwa negara mengatasi segala paham golongan dan segala paham perseorangan serta menerima paham negara persatuan. Alinea ketiga menyatakan bahwa negara adalah suatu keadaan kehidupan berkelompoknya bangsa Indonesia yang atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan yang luhur bangsa Indonesia untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas. Negara dalam cara pandang integralistik Indonesia, tidak akan memiliki kepentingan sendiri (kepentingan pemerintah) terlepas atau bahkan bertentangan dengan kepentingan orang-orang (rakyat), di dalam negara semua pihak mempunyai fungsi masing-masing dalam suatu kesatuan yang utuh yang oleh Prof. Supomo disebutkan sebagai suatu totalitas. Kesatuan atau integritas yang di cita-citakan dalam UUD 1945 dijabarkan lebih lanjut dalam Ketetapan MPR tentangGBHN.
Pancasila bersifat integralistik karena:
a. mengandung semangat kekeluargaan dalam kebersamaan,
b. adanya semangat kerja sama (gotong royong),
c. memelihara persatuan dan kesatuan, dan
d. mengutamakan musyawarah untuk mufakat

C. PERBANDINGAN IDEOLOGI PANCASILA DENGAN IDEOLOGILAIN
Pancasila berbeda dengan ideologi-ideologi lainnya, seperti kapitalisme dan komunisme. Kedua ideologi ini telah terlebih dahulu lahir sebagai pemikiran filosofis, yang kemudian dituangkan dalam rumusan ideologi dan setelahnya baru diwujudkan dalam konsep-konsep politik. Jangka waktu yang dilalui keseluruhan proses ini bias sampai puluhan tahun. Manifesto komunis, misalnya diumumkan pada tahun 1841 sebagai pernyataan ideologis dari falsafah Marxisme. Konsep politiknya diwujudkan pada tahun 1917, dalam Revolusi Oktober di Rusia. Ada jarak waktu selama 76 tahun antara ideologi dan politik. Kapitalisme, yang lahir lebih dahulu, menjalani proses yang lebih panjang. Rangkaian pemikir falsafah menyampaikan hasil renungannya terlebih dahulu, yang kemudian diwujudkan dalam tatanan hidup bernegara.
Proses yang dilalui Pancasila sedikit khusus, praktis sebelum ada pemikiran filosofis sebelum tahun 1945 yang secara sistematis menguraikan pemikirannya secara mendalam mengenai ideologi untuk negara yang hendak dibentuk, pemikiran mengapa kita merdeka, tetapi belum ada wawasan terpadu mengenai bagaimana konsepsi masa depan yang hendak dibangun itu. Pemikiran demikian baru timbul setelah para pemimpin kita bermusyawarah secara intensif di penghujung Perang Dunia ke II, secara eksplisit oleh Ketua BPUPKI Dr. Radjiman: Apa dasar negara yang hendak kita bentuk? Pertanyaan itu dijawab dengan mencari nilai-nilai dasar yang sama dalam kemajemukan budaya masyarakat kita. Dengan demikian, penerimaan Pancasila pertama-tama dirumuskan sebagai konsensus politik, yang didasarkan kepada nilai kultural masyarakat (BP-7 Pusat, 1991: 385).



1. Ideologi Liberalisme
Inggrislah yang memulai timbulnya liberalisme yang diakibatkan oleh alam pemikiran yang disebut zaman pencerahan (aufklarung) yang menyatakan bahwa manusia memberikan penghargaan dan kepercayaan besar pada rasio. Rasio dianggap sebagai kekuatan yang menerangi segala sesuatu di dunia ini. Manusia bisa berbuat banyak berdasarkan rasio yang dimilikinya. Zaman yang dihadapi oleh masyarakat pada abad ke-18 adalah zaman yang benar-benar membuka pintu baru yang memungkinkan manusia bisa memperoleh kehidupan yang sama sekali baru.
Pengertian baru bukan hanya bidang ekonomi dan politik, tetapi juga dalam pemikiran dan seluruh sistem yang ada dalam kehidupan abad ke-19 dan selanjutnya. Liberalisme akan membawa suatu sistem, yaitu kapitalisme. Liberalisme melihat manusia sebagai makhluk bebas. Kebebasan manusia merupakan milik yang sangat tinggi dengan membawa unsur-unsur esensial, yaitu rasionalisme, materialisme, dan empirisme, serta individualisme.
Ajaran liberalisme bertitik tolak dari hak asasi yang melekat pada manusia sejak ia lahir dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun termasuk penguasa, kecuali dengan persetujuannya. Hak asasi tersebut memiliki nilai-nilai dasar (intrinsic), yaitu kebebasan dan kepentingan pribadi yang menuntut kebebasan individu secara mutlak, yaitu kebebasan mengejar kebahagiaan hidup di tengah-tengah kekayaan materiil yang melimpah dan dicapai dengan bebas. Ancaman dari paham liberalisme hampir tidak dapat digolongkan dalam uraian sejarah sebagaimana tergambar dalam ancaman golongan komunis.
Ancaman liberalisme sangat terselubung dan secara tidak sadar dapat tertanam dalam cara berpikir dan bertindak masyarakat tertentu di Indonesia. Paham liberalisme selalu mengkaitkan aliran pikirannya dengan hak asasi manusia yang menyebabkan paham tersebut memiliki daya tarik yang kuat di kalangan masyarakat tertentu.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Pancasila yang memandang manusia sebagai makhluk Tuhan, yang mengemban tugas sebagai makhluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial sehingga dalam kehidupan bermasyarakat wajib menyelaraskan kepentingan pribadinya dengan kepentingan masyarakat dan haknya selalu dikaitkan dengan kewajibannya terhadap masyarakat (lihat Bahan Penataran. BP-7 1993: 73-74).

2. Ideologi Sosialisme :
Tokoh utama yang mengajarkan komunisme adalah Karl Marx (1818-1883), tokoh sosialis revolusioner yang banyak menulis naskah di bidang sosial dan ekonomi. Ajaran Marx kemudian ditambah dengan pandangan Engels dan Lenin, sehingga ajaran komunis melandaskan pada teori Marxisme -Leninisme. Ajaran komunis didasarkan atas kebendaan. Oleh karena itu, komunisme tidak percaya kepada Tuhan. Bahkan agama dikatakannya sebagai racun bagi masyarakat. Ajaran tersebut jelas bertolak belakang dengan ajaran Pancasila.
Masyarakat komunis tidak bercorak nasional, masyarakat yang dicita-citakan komunis adalah masyarakat komunis dunia yang tidak dibatasi oleh kesadaran nasional. Hal ini tercermin dari seruan Marx yang terkenal: "Kaum buruh di seluruh dunia bersatulah". Komunis juga menghendaki masyarakat tanpa nasionalisme. Secara tegas menyatakan bahwa nasionalisme adalah suatu yang fundamental. Bukan nasionalisme yang sempit, tetapi nasionalisme yang dijiwai oleh kemanusiaan yang adil dan beradab.
Masyarakat komunis masa depan adalah masyarakat tanpa kelas, yang dianggap akan memberikan suasana hidup yang aman dan tenteram dengan tidak adanya hak milik pribadi atas alat produksi dan hapusnya pembagian kerja. Perombakan masyarakat manurut ajaran komunis hanya mungkin dilakukan oleh kaum proletar dengan jalan mengadakan revolusi. Setelah revolusi berhasil, maka kaum proletar sajalah yang akan memegang tampuk pimpinan pemerintahan dan menjalankan pemerintahan secara diktator yang mutlak (diktator proletar).

D. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
1. Arti Ideologi Terbuka
Ciri khas ideologi terbuka ialah bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak idnpaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani, >ral, dan budaya masyarakatnya sendiri. Dasarnya dari konsensus syarakat, tidak diciptakan oleh negara, melainkan ditemukan dalam syarakat sendiri. Oleh sebab itu, ideologi terbuka adalah milik dari semua nfcyat, masyarakat dapat menemukan dirinya di dalamnya. Ideologi terbuka bnkan hanya dapat dibenarkan melainkan dibutuhkan. Nilai-nilai dasar menurut pandangan negara modern bahwa negara modern hidup dari nilai-nilai dan sikap-sikap dasarnya.
Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan petkembangan zaman dan adanya dinamika secara internal. Sumber semangat ideologi terbuka itu, sebenarnya terdapat dalam Penjelasan Umum UUD 1945, yang menyatakan, "Terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukumdasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah cara membuatnya, mengubahnya, dan mencabutnya."
Selanjutnyadinyatakan, "Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hidupnya bernegara ialah semangat, semangat para penyelenggara semangat para pemimpin pemerintahan."
Suatu ideologi yang wajar ialah bersumber atau berakar pada pandangan kcup bangsa dan falsafah hidup bangsa. Dengan demikian, ideologi tersebut dapat berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kicerdasan kehidupan bangsa. Hal ini adalah suatu prasyarat bagi suatu lieologi. Berbeda halnya dengan ideologi yang diimpor, yang akan bersifat tidak wi-ar (artifisial) dan sedikit banyak memerlukan pemaksaan oleh kelompok leal manusia (yang mengimpor ideologi tersebut). Dengan demikian, ideologi lersebut disebut bersifat tertutup.
Pancasila berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa, aeringga memenuhi prasyarat suatu ideologi terbuka. Sekalipun suatu ideologi it: bersifat terbuka, tidak berarti bahwa keterbukaannya adalah sebegitu rupa jehingga dapat memusnahkan atau meniadakan ideologi itu sendiri, hal mana rakan suatu yang tidak nalar. Suatu ideologi sebagai suatu rangkuman gagasan-gagasan dasar yang terpadu dan bulat tanpa kontradiksi atau saling nerrentangan dalam aspek-aspeknya, pada hakikatnya berupa suatu tata nilai, i mana nilai dapat kita rumuskan sebagai hal ihwal buruk baiknya sesuatu, dalam hal ini ialah apa yang dicita-citakan (Padmo Wahyono, 1991.: 39-40)




2. Faktor Pendorong Keterbukaan Ideologi Pancasila
Faktor yang mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila (BP-7 Pusat, 1993), adalah sebagai berikut.
a. Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat yang berkembang secara cepat.
b. Kenyataan menunjukkan, bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup dan beku cenderung meredupkan perkembangan dirinya.
c. Pengalaman sejarah politik kita di masa lampau.
d. Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan nasional. :
Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia modern, i Kita mengenai ada tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang tidak berubah, nilai instrumental sebagai sarana mewujudkan nilai dasar yang dapat berubah sesuai dengan keadaan, dan nilai praksis berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Nilai-nilai Pancasila dijabarkan dalam norma-norma dasar I Pancasila yang terkandung dan tercermin dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai J atau norma dasar yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ini tidak boleh berubah atau diubah, karena itu adalah pilihan dan hasil konsensus bangsa yang disebut kaidah pokok dasar negara yang fundamental (Staatsfundamentealnorm).Perwu]udar\ atau pelaksanaan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai praksis harus tetap mengandung jiwa dan semangat yang sama I dengan nilai dasarnya.
-

3. Sifat Ideologi
Kebenaran pola pikir seperti terurai di atas adalah sesuai dengan sifat ideologi yang memiliki tiga dimensi penting (BP-7 Pusat, 1993) sebaga berikut.
a. Dimensi Realitas
Nilai-nilai yang terkandung di dalam dirinya, bersumber dari nilai-nila riil yang hidup dalam masyarakat, sehingga tertanam dan berakar di dala masyarakat, terutama pada waktu ideologi itu lahir, sehingga mereka bet betul merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah mil mereka bersama. Dengan begitu nilai-nilai dasar ideologi itu tertanam da berakar di dalam masyarakatnya. Menurut pandangan Alfian (BP7 Pusat 1991:192) Pancasila mengandung dimensi realita ini di dalam dirinya.

b. Dimensi Idealisme
Mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Cita-cita tersebut berisi harapan yang masuk akal, bukanlah lambungan angan-angan yang sama sekali tidak mungkin direalisasikan. Oleh karena itu, dalam suatu ideologi yang tangguh biasanya terjalin berkaitan yang saling mengisi dan saling memperkuat antara dimensi realita dan dimensi idealisme yang terkandung di dalamnya. Logikanya, Pancasila bukan saja memenuhi dimensi kedua dari suatu ideologi, tetapi sekaligus juga memenuhi sifat keterkaitan yang saling mengisi dan saling memperkuat antara dimensi pertama (dimensi realita) dengan dimensi kedua (dimensi idealisme).

c. Dimensi Fleksibilitas
Melalui pemikiran baru tentang dirinya, ideologi itu mempersegar dirinya, memelihara, dan memperkuat relevansinya dari waktu ke waktu. Dari itu dapat kira disimpulkan bahwa suatu ideologi terbuka, karena bersifat demokratis, memiliki apa yang mungkin dapat kita sebut sebagai dinamika internal yang mengandung dan merangsang mereka yang meyakininya untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran baru tentang dirinya tanpa khawatir atau menaruh curiga akan kehilangan hakikat dirinya. Melalui itu kita yakin bahwa relevansi ideologi kita akan makin kuat, jati dirinya akan makin mantap dan berkembang. Sejalan dengan itu kita yakini bahwa pancasila memiliki dimensi ketiga, yaitu dimensi ffeksibelitas atau dimensi pengembangan, yang juga diperlukan oleh suatu ideologi guna memelihara dan memperkuat relevansinya dari masa ke masa (Alfian, 1991: 195).
4. Batas-batas Keterbukaan Ideologi Pancasila
Sungguhpun demikian, keterbukaan ideologi Pancasila ada batas-batas yang tidak boleh dilanggar, yaitu sebagai berikut.
a. Stabilitas nasional yang dinamis.
b. Larangan terhadap ideologi marxisme, leninisme, dan komunisme.
c. Mencegah berkembangnya paham liberal.
d. Larangan terhadap pandangan ekstrim yang menggelisahkan kehidupan masyarakat.
e. Penciptaan norma yang baru harus melalui konsensus.

Selasa, 30 Juni 2009

CARA SEDERHANA UNTUK MEMBUAT HOMEPAGE

Seringkali keberadaan kita di Internet di asosiasikan dengan kepemilikan homepage pribadi di Internet. Mungkin dalam beberapa kondisi memang kepemilikan homepage ada baiknya

Bagi yang berminat membuat homepage sendiri, sebetulnya jika anda sudah terbiasa menggunakan program seperti MSWord untuk mengetik berbagai dokumen anda maka sebetulnya anda sudah lebih dari cukup untuk membuat homepage pribadi yang sederhana.

Web agar bisa di baca oleh Web server di Internet harus di tuliskan dalam format Hyper Text Markup Language (HTML). Untuk membuat Web sederhana kita membutuhkan sebuah editor yang mampu menghasilkan file dalam format HTML tersebut. Jadi kita cukup menggunakan fasilitas yang ada di editor tersebut untuk mengetik, me-layout tulisan, memasukan gambar dll. Kemudian mengandalkan kemampuan editor tersebut untuk menyimpannya dalam format HTML.

MSWord yang lama (MSWord 7.0) yang biasanya dijalankan di Windows 95 sebetulnya sudah bisa menghasilkan file dalam format HTML, hanya saja biasanya tampilan di Web-nya masih kurang baik. Di samping itu, masih banyak fasilitas-fasilitas yang spesifik untuk Web yang belum ada di MSWord yang lama ini.

Apabila sudah menggunakan Office 2000 yang baru, maka cukup beruntung karena banyak sekali kelebihan MSWord 2000 ini dibandingkan kakak-nya yang lebih tua khususnya untuk aplikasi Internet & Web. Untuk Membuat Web yang baik kualitasnya klik :

File à Save As à Save as type à Web page – secara magis maka MSWord akan menyimpan semua naskah yang anda tulis menjadi file HTML yang siap tayang di Web.

Tentunya ada banyak hal yang bisa kita masukan dalam dokumen MSWord 2000, misalnya :

Suara (melalui Insert à Object à Wave Sound),

gambar (melalui Insert à Picture à dst),

hyperlink ke Universal Resource Locator URL (melalui Insert à Hyperlink). Hyperlink sendiri bisa bermacam-macam tipe-nya bisa link ke dokumen itu sendiri, dokumen / web lain, e-mail address dsb.

Kekurangan utama yang akan kita rasakan jika membuat halaman Web menggunakan program editor seperti MSWord adalah manajemen halaman tersebut jika kita membuat Web yang cukup besar banyak link, halaman, gambar, suara dsb. Untuk Web yang besar seperti itu ada baiknya menggunakan software yang lebih baik seperti MSFrontpage yang juga tersedia di Office 2000.

Setelah halaman Web dibuat, yang perlu kita lakukan hanyalah mempublikasi Web tersebut di Internet. Ada beberapa tempat di Internet yang bisa menyediakan Web gratis seperti geocities.com dll. Tempat-tempat ini pernah di bahas di Neotek. Teknik untuk mengirimkan halaman Web dari komputer kita ke server di Internet cukup bermacam-macam, beberapa servis Web bahkan menyediakan form yang tinggal di isi file mana di harddisk komputer kita yang ingin di ambil untuk dijadikan Web.

Jika servis tersebut tidak tersedia maka kita perlu menggunakan teknik yang lebih konvensional menggunakan program File Transfer Protocol (FTP) yang juga tersedia di Windows. FTP bisa dijalankan di MSDOS Prompt di Windows dengan cara men-tik FTP di prompt C:>. Selanjutnya anda bisa masuk ke Web server tujuan untuk memasukan file yang anda buat.

Fasilitas Gratis Pendukung Homepage

Berikut ini adalah fasilitas-fasilitas gratis yang bisa kita dapatkan dari internet untuk membuat homepage kita menjadi semakin powerfull. Tentunya hal yang kita dapatkan secara gratis akan diimbangi dengan sesuatu yang harus kita terima. Biasanya mereka menampilkan banner di homepage kita dan ini sebenarnya sangat menganggu, tapi tetap saja kita harus menerima bila ingin menggunakan fasilitas gratis tersebut.

Guesbook

Buku tamu di mana orang bisa mengisi identitas tentang dirinya, mengkritik dan memberi saran.

· Lpage

· Guestpage :.

· The Guestbook

· CounterMenghitung seberapa banyak pengunjung yang telah masuk ke homepage kita. Penyedia counter gratis antara lain :

· Dark Counter : menyediakan puluhan model counter sebagai pilihan.

· PageCount

· The Counter

Web Hosting

Tempat menyimpan file html, agar desain homepage kita dapat dilihat oleh pengunjung di seluruh dunia.antara lain: Cybercity, Freeservers, Geocities, Fortunecity, Xoom

Email

Anda bisa mendapatkan fasilitas email gratis tanpa perlu mendaftarkan diri ke Internet Provider antara lain: Mailexite, Netadress, Geocities, Name, Mailcity

Direct URL

Bila url anda terlalu panjang, misalkan : http://www.geocities.com/area51/station maka dengan direct url ini nama url itu bisa di singkat dengan http://i.am/007.

· CyberName

· Free URL

· Easy to Remember

· Name Zero : fasilitas ini memberikan kita nama domain dot com

Chatting

Fasilitas ngobrol dapat di buat di homepage Anda sendiri.

· BraveNet Wev Services : Free guestbooks, message forums, form processors, greeting cards, hit counters, search engines and more!

Pooling

Bila Anda ingin tahu jawaban terbanyak dari para pengunjung tentang pilihan dari pertanyaan-pertanyaan Anda.

· BraveNet Wev Services : Free guestbooks, message forums, form processors, greeting cards, hit counters, search engines and more!

Web Promote

Mempromosikan homepage anda dengan sekali klik, maka homepage kita akan masuk ke beberapa situs search engine.

· Linksubmission

· Jayde

· Fast submit

· Selfpromotion

· Add-Me

· Submit It!

Mailing List

Membuat komunitas lewat email yang membicarakan hal-hal tertentu bersama orang lain.

· Egroups

· Listbot

· Onelist

Web Statistik

Melihat statistik homepage Anda. Dari mana saja pengunjung berasal, browser apa saja yang mereka pakai, hari apa saja homepage kita ramai dikunjungi orang.

· Web Statistic

Web Check

Mengetahui kecepatan loading dan spesifikasi tentang homepage anda.

· NetMechanic

· Web Site Garage

Lain-Lain

· BraveNet Wev Services : Free guestbooks, message forums, form processors, greeting cards, hit counters, search engines dan lain-lain..

1. Konflik Antar Etnis di Indonesia

Konflik antar etnis terjadi karena ketidaksenjangan atau kesenjangan perilaku maupun kebiasaan yang bias diterima atau memandang sebelah mata budaya yang lain.

Pada tahun 1979 Suwarsih Warnaen meraih gelar doktor psikologi dengan mengajukan disertasi berjudul "Stereotip Etnis dalam Masyarakat Multi Etnis" (Warnaen, 2002), sebuah penelitian yang dapat dikatakan sebagai yang pertama dalam bidang etno-psikologi di Indonesia. Ketika hasil penelitian itu dipaparkan dalam sebuah seminar di Jakarta, Warnaen mendapat tentangan keras dari salah satu etnik. Suatu indikator bahwa, walaupun pada masa itu belum menonjol, di masa-masa sesudahnya konflik antar etnik dapat menjadi masalah yang serius. Pada tahun 1999 di Kalimantan Barat pecah konflik antara etnik Madura melawan etnik Melayu dan Dayak yang berlangsung selama lebih dari dua tahun dan meminta ratusan korban jiwa dan ribuan pengungsi. Sebuah penelitian lain kemudian dilaksanakan pada tahun 2001 oleh Prawasti, Fatmawati dan kawan-kawan (dilaporkan 2002) terhadap sistem nilai motivasi yang terdapat pada ketiga etnik yang terlibat pertikaian tersebut tersebut. Dalam makalah ini dibahas beberapa stereotip 1979 yang ditemukan Warnaen, yang ternyata tidak seluruhnya sesuai dengan realita pada tahun 2001 dan temuan nilai-nilai motivasi 2001 yang juga tidak sejalan dengan kenyataan di lapangan. Perbandingan antar kedua penelitian dan diskusi tentang kontroversi memicu pemikiran tentang perlunya dikembangkan metode-metode penelitian dan teori-teori etno-psikologi yang lebih sesuai dengan kondisi berbagai etnik di Indonesia, maupun bangsa Indonesia itu sendiri.

Menurut saya bahkan dalam kehidupan bangsa Indonesia hampir seluruhnya mengalami hal seperti ini, contohnya dalam lingkup yang lebih kecil di sebuah sekolah dasar-pun terdapat kenjangan antar suku misalnya, siswa ber-suku jawa sering mengolok-olok siswa yang ber-suku batak hanya karena logat bahasa batak yang selalu ada penekanan huruf /e/ keras, namun hal kesenjangan ini dapat kita kurangi semenjak dini dengan menamkan rasa menghormati antar budaya dalam masyarakat agar tercipta hubungan yang harmonis antar suku di Indonesia.

2. Rendahnya Tingkat ke-Beradap-an Manusia Di Idonesia

Tahun ini kita menjadi saksi atas sejumlah hukuman mati, bukan hanya diluar negeri tetapi juga di Indonesia yang bahkan sudah dimulai tahun-tahun lalu. Eksekusi mati di Indonesia beberapa tahun terakhir mengakhiri riwayat sejumlah kriminal kejahatan narkotika dan psikotropika yang melibatkan warga negara tetangga kita. Juga ada eksekusi mati atas Fabianus Tibo cs. Dan satu lagi yang baru aja kita saksikan, Ekekusi mati atas Saddam Husein, mantan pepimpin Iraq,
Terlepas dari berapa banyak jumlah eksekusi yang sudah dilaksanakan dan berapa lagi yang akan menyusul, tindakan yang didasarkan pada proses dan mekanisme hukum ini menyisakan tanda tanya besar bagi sejumlah orang termasuk saya sendiri.


Secara umum hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku tindakan pelanggaran hukum dimaksudkan untuk memberi efek jera bagi pelakunya dan mem-ber-adab-kan society. Lalu kenapa hukuman mati masih harus dilaksanakan? Apakah hukuman mati terhadap seorang kriminal akan mengurangi terjadinya kejahatan serupa? Apakah eksekusi mati akan mengurangi Niat dan Kesempatan pelaku kejahatan; kejahatan apapun itu; termanifestasi dalam perbuatan nyata? Apakah eksekusi mati tidak berarti kita semua , bukan hanya penguasa hukum, telah menghilangkan kesempatan seseorang untuk memperbaiki dirinya?
Lebih jauh lagi, siapakah di dunia ini yang pernah menerima MANDAT untuk mencabut nyawa seorang manusia lain. Sejak kapan Pemegang Kekuasaan atas Hidup/Mati seorang manusia mendelegasikan kewenangan itu kepada seorang Hakim, Jaksa, Jury dan atau seorang Algojo untuk melakukan eksekusi mati itu? Sesuci apakah manusia dan proses hukum yang melandasi hukuman mati itu untuk memutuskan mencabut HAK HIDUP seorang manusia lain ?

Hal inilah yang perlu kita perbaiki karena jika setiap kesalahan akan setimpal dengan kematian tanpa memberikan kesempatan pada orang yang berbuat kesalahan, akan menjadi boomerang bagi manusia itu sendiri, jadi sebaiknya kita sebagai manusia yang beragama mari kita tingkatkan keimanan kita sesuai dengan keyakinan kita agar manusia sebagai manusia yang adil dan beradap dapat terpancar dari manusia itu sendiri.

3. PUDARNYA NILAI KEJUJURAN PADA BANGSA INDONESIA

Kejujuran merupakan hal yang sangat langka di masa kini, banyak faktor yang membuat kejujuran semakin memudar salah satunya yaitu nilai moral dalam masyarakat indonsia, namun belakangan ini banyak sekolah-sekolah membuat kantin kejujuran sebagai salah satu solusi masalah tersebut yang dimulai dari sejak dini.

Keberadaan kantin kejujuran di SDN Dewi Sartika CBM Kota Sukabumi, terbilang sangat sederhana. Namun, kehadirannya memberikan andil cukup besar dalam mendorong proses belajar mengaplikasikan makna kejujuran, sejak dini. Apalagi di tengah-tengah mulai memudarnya sikap jujur di tanah air.
Kantin kejujuran merupakan bentuk dari reaksi program Gerakan Anti Korupsi Sejak Dini (Galaksi) yang dicanangkan Pemprov Jabar melalui Kejaksaan Tinggi Jabar. "Kita mencoba mendorong sikap jujur sejak dini. Kehadiran kantin kejujuran di sekolah ini setidak-tidaknya menciptakan para pelajar untuk bersikap jujur dan bertanggung jawab. Kehadiran kantin ini merupakan cerminan dari visi sekolah Dewi Sartika, yakni sekolah unggul dalam akhlak," kata Kepala SDN Dewi Sartika CBM, Slamet Raharjo, Senin (21/4).
Walaupun awalnya cukup sulit, kehadiran kantin itu ternyata dapat memotivasi para pelajar untuk sikap jujur. Kantin yang dipenuhi minuman, makanan ringan, dan menyediakan berbagai kebutuhan pelajar kini menjadi sarana pembelajaran. Ketika waktu istirahat tiba, tampak ratusan pelajar mulai antre jajan di kantin itu.



Mereka mengambil seluruh kebutuhannya sendiri tanpa harus menawar. Setelah membawa makanan dan minuman sesuai harga yang tertera di rak makanan, mereka membayarnya dengan cara memasukkan uang ke dalam kaleng biskuit. Demikian pula bila pembayarannya memerlukan kembalian, mereka mengambil sendiri uang re-cehan yang disediakan pihak kantin.

"Dia membayar dan mengambil uang kembalian sendiri dari kaleng biskuit, tanpa dibantu petugas kantin. Kecuali bagi para pelajar kelas I dan II yang masih belum bisa menghitung uang pengembalian. Namun, mereka pun sudah mulai belajar, menghitung sendiri," katanya.

Sementara Plt. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) Kota Sukabumi, Dudi Fathul Jawad mengungkapkan, pihaknya sangat merespons kehadiran kantin kejujuran tersebut. Malahan, diharapkan kehadiran kantin itu bisa menumbuhkan sikap jujur sejak usia dini. (A. Rayadie/"PR")

4. EKSPLOITASI ANAK DI INDONESIA

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Seto Mulyadi mengungkapkan pelaku industri televisi dan orang tua sering tidak menyadari telah melakukan eksploitasi terhadap anak lewat dunia hiburan di televisi.
"Kalau itu sudah ada unsur instruksi dan tekanan psikologis, itu disebut eksploitasi dan penyalahgunaan hak anak," katanya. Seto mencontohkan kontes bakat menyanyi dan sinetron yang marak di sejumlah stasiun televisi saat ini. Anak-anak tersebut tampil dengan riasan wajah yang tebal, baju seperti orang dewasa, jam siaran yang melebihi tiga jam, serta menyanyikan lagu-lagu orang dewasa yang ditentukan pihak produsernya.
"Itu kan demi kepentingan televisi dan orang tua, bukan keinginan anak-anak. Padahal anak-anak berhak untuk bisa bermain dengan gembira, tanpa ada tekanan atau paksaan harus begini dan begitu," katanya.
Keinginan untuk tampil di televisi, lanjutnya, sebenarnya bukan sepenuhnya keinginan anak. Ambisi dan keinginan orang tua yang biasanya lebih dominan dalam mendorong anak-anak tampil dalam kontes menyanyi atau sinetron di televisi.
"Sebenarnya itu keinginan orang tua melihat anaknya bisa tampil dan dipuji banyak orang. Padahal kalau ditanyakan pada anak itu sendiri, belum tentu dia merasakan kebahagiaan seperti orang tuanya," ujar Seto

Menurut saya eksploitasi anak terjadi akibat kurangnya perhatian dari orang tua masing-masing akibat pekerjaan orang tua yang mengharuskan mereka berlembur dan mengurangi jadwal perhatian terhadap anak-anak mereka ataupun karena ambisius dari orang tua untuk mendapatkan sejumlah rupiah misalnya pada pernikahan dini pada Lutfiana ulfa yang masih berumur 12 tahun menikah dengan Syekh pujiono seorang pria kaya raya yang sudah berumur, semua itu terjadi hanya karena ambisius orang tuanya karena terlilit hutang sehingga menikahkan anaknya, dimana seharusnya si anak masih menikmati masa remajanya dan menganyam pendidikan yang lebih tinggi harus merasakan lebih cepat menjadi ibu rumah tangga.

Menurut ketua KPAI, secara psikis, fisik, dan sosial anak belum siap, bujuk rayu dan rekayasa atau alasan apapun untuk mencari pembenaran terhadap tindakan eksploitasi terhadap anak. Dalam realiata memang masih banyak terdapat budaya eksploitasi anak di Indonesia berupa eksploitasi menjadi pengemis, pelacur, diperdagangkan, dan lain-lain.

Menurut saya hal yang semestinya dilakukan untuk mengurangi dan menghindari eksploitasi anak adalah:

· Adopsi anak bagi mereka yang tidak lagi memiliki orang tua, sehingga ada yang bertanggung jawab atas mereka. Bisanya hal ini mereka yang tingkat ekonominya mencukupi.

· Memberi akses pendidikan bagi rawan exploitasi, sehingga anak tersebut terdidik dan mengerti hal-hal yang akan terjadi jika mereka dieksloitasi.

· Kesempatan pelatihan dan lapangan kerja bagi anak-anak yang rentan terhadap resiko eksloitsi dengan diadakan pelatihan dan dibuka lapangan kerja, maka anak-anak tersebut secara tidak langsung diajak berpikir untuk masa depan mereka kelak. Hal ini bisanya dilakukan bagi yang hidup sendiri atau tidakmemiliki orang tua.


Komnas Perlindungan Anak, lanjutnya, kini juga sedang melakukan kunjungan (roadshow) ke sejumlah stasiun televisi dengan memberikan imbauan agar memperbaiki tayangan kontes bakat atau sinetron-sinetron anak yang ditayangkan agar tetap mempertimbangkan hak-hak anak.

"Memang tidak mudah melawan industri kapitalisme, tapi kita harus terus membangun kesadaran masyarakat meskipun ada banyak benturan. Ini semua demi anak-anak kita nantinya," demikian Arist.

5. KONFLIK KESENJANGAN EKONOMI DI INDONESIA

Kesenjangan ekonomi masyarakat terjadi karena adanya perlakuan yang idak adil dalam pemeroleha sumber-sumber ekonomis yang ada serta perbedaan status sosial dalam masyrakat yang dibagi-bagi menurut tingkat ekonominya yaitu masyarakat kelas atas, masyarakat kelas menengah dan kelas bawah. Masyarakat kelas atas adalah masyarakat yang tingkat ekonominya melebihi dari yang cukup artinya mereka sudah mampu memenuhi kebutuhan primer, sekunder, tersier dan kuartener. Bahkan masyarakat kelas atas ini sudah mampu membuat asset berupa tabungan maupun perusahaan. Sedangkan kelas menengah hanya mampu memenuhi tiga kebutahan saja, misalnya para pegawai rendahan, dan msyarakat kelas bawah adalah mereka yang hanya mampu mencukupi kebutuhan makan tanpa berpikir panjang untk yang lainnya.

Dalam pandangan hidup, seharusnya kesenjangan tersebut tidak terlalu dibesar-besarkan, namun sebaliknya setiap warga saling menghargai sesamanya sehingga tercipta stabilitas keamanan dalam bangsa ini

Namun Keterangan dari Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah menyebut tahun 2007 sebagai tahun pencapaian. Untuk pertama kalinya sejak krisis 1997, perekonomian Indonesia tumbuh di atas 6 persen, yaitu 6,32 persen. Tahun 2007 juga menandai mulai bergerak dan bersinerginya dua mesin ekonomi sekaligus, yakni mesin stabilitas dan pertumbuhan. Mesin sektor keuangan dan sektor riil. Pada tahun sebelumnya, mesin pertumbuhan atau sektor riil tidak bergerak semestinya alias lambat.

Sayangnya, kualitas pertumbuhan ekonomi 2007 belum juga membaik. Pertumbuhan ekonomi belum mencerminkan keadilan dan pemerataan. Masih banyak orang miskin yang tak tersentuh pembangunan. Bahkan, kesenjangan pertumbuhan ekonomi antarprovinsi membesar. Standar deviasinya mencapai 1,8 persen, lebih tinggi ketimbang tahun 2006 yang sebesar 1,7 persen (Laporan Perekonomian Indonesia 2007).

6. KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA

Konflik antar umat beragama kerap terjadi karena dipicu dari sikap dan perilaku antar umat beragama yang dianggap melecehkan agama yang lain. Misalnya konflik yang terjadi di Israel dan Palestina. Di israel yang mayoritas menganut agam kristen sedangkan di palestina lebih sedikit yang menganut agama kristen. Kita tahu penyebab dari konflik tersebut adalah perebutan atas hak kekuasaan daerah dan bahkan konflik ini terjadi antar umat yang agamanya sama. Sehingga perang pun dimulai. Dalam hal ini, menirut saya mengapa tidak ada lagi rasa tolerasi antarsatu denga yang lain mengingat agama yang mereka anut adalah sama. Contoh kedua adalah kerusuhan yang terjadi di Poso karena persoalan ketersinggungan agama dan hubungan sosial. Terjadi pada tanggal 25 desember 1998.

Dalam kehidupan sehari-hari, hal ini juga sering kita temukan karena mungkin kesalahpahaman atau ketidakjelasan dari suatu hal. Maka, dalam menyelesaikan konflik terebut perlu diadakan :

  1. Mediasi. Yang artinya dengan menggunakan pihak ketiga yang memiliki hubungan baik dengan para pihak yang berkonflik. Pihak ketiga tersebut melakukan fungsi-fungsi yang konsltatif secara aktif.
  2. Negoisasi. Yang artinya cara penyelesaian konflik atas inisiatif pihak-pihak yang berkonflik. Dalam proses ini kedua pihak konflik melakukan pembicaraan dalam bentuk tawar-menawar mengenai syarat-syarat dala mengakhiri konflik.

KARENA menyimpan masalah yang besar, pluralitas agama selalu menjadi perhatian banyak orang, terlebih di Indonesia ini. Karenanya, tidak mengherankan bila hingga kini beberapa pihak yang berwenang membina umat beragama di Indonesia menyorot permasalahan itu secara tajam, termasuk pihak Departemen Agama yang berencana menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Kerukunan Beragama.

Rencana Departemen Agama untuk mengatur kerukunan beragama itu bisa dipahami. Memang, selain merupakan kekayaan rohaniah yang bisa memperkukuh kehidupan nasional Indonesia, kemajemukan atau pluralitas agama, baik internal maupun eksternal, juga menyimpan potensi-potensi konflik. Sebagian potensi konflik itu bahkan telah meledak menjadi aktual di Indonesia dewasa ini.

Dampak potensi konflik jenis ini (konflik agama) bisa amat mendalam dan cenderung meluas. Bahkan implikasinya bisa sangat besar sehingga berisiko sosial, politik maupun ekonomi yang besar pula. Ia telah sedikit menampakkan wajah garangnya di daerah Maluku/Ambon dan Poso belakangan ini.

Dengan demikian kita memang tak dapat menyangkal, kerukunan (toleransi) antarumat beragama di negeri ini merupakan faktor yang amat penting. Tanpa adanya kerukunan beragama, maka hubungan antaragama akan menjadi mudah terganggu. Gangguan itu bisa mengakibatkan terjadinya instabilitas kehidupan sosial-politik, yang tentunya tidak dikehendaki banyak lapisan masyarakat.

Kasus (dan potensi) konflik antarumat beragama di Maluku yang terus membara dan hingga kini belum bisa dipastikan entah kapan akan berakhirnya, adalah contoh konkret yang amat memprihatinkan. Konflik tersebut sudah memakan banyak korban jiwa dan harta benda. Hubungan antarumat beragama yang sebelumnya terjalin harmonis di sana, akhirnya berubah menjadi tegang dan saling mencurigai satu sama lainnya.

Permusuhan antarumat beragama di Maluku itu, belakangan ini bahkan telah mulai tampak membawa efek psikologis negatif, yakni lahirnya perasaan dendam kesumat antarsesama anak bangsa. Masalah sepele akhirnya kerap berubah menjadi besar yang mengkait dengan soal agama. Padahal, selama ini masyarakat Maluku dikenal sangat baik dalam memelihara kerukunan.

Terganggunya toleransi antarumat beragama itu bisa pula kita cermati pada kerusuhan di Situbondo, Tasikmalaya, Sanggau Ledo, Tanah Abang, Poso dan lainnya, yang merembet pada masalah agama. Padahal, puluhan atau bahkan ratusan tahun sebelumnya, warga masyarakat dari berbagai agama di tempat-tempat konflik itu hidup rukun dan damai sebagai sesama anak bangsa.

Terjadinya berbagai konflik antarumat beragama di atas bisa dianggap sebagai suatu peringatan kepada bangsa kita agar tidak boleh lagi bersikap lengah terhadap hal-hal negatif yang mungkin saja dapat memicu konflik serupa di masa depan. Kita pun seharusnya mengelola hal-hal positif sebagai cara mengantisipasi konflik yang lebih besar dalam bangsa ini di masa selanjutnya.

Menyangkut hal positif, bila bercermin pada sejarah perjuangan bangsa Indonesia, kita harus menyadari bahwa sebenarnya persatuan dan kerukunan adalah kata kunci dari keberhasilan dalam meraih kemerdekaan. Demikian pula hendaknya dalam mengisi kemerdekaan, persatuan dan kerukunan (termasuk kerukunan antarumat beragama) dari segenap komponen bangsa semestinya menjadi modal penting bagi kita.

Konsep persatuan dan kerukunan tersebut semestinya kita pegang teguh. Apalagi bila mengingat, dewasa ini taktik adu domba dan pecah-belah sering dilakukan pihak-pihak tertentu di tengah gencarnya ancaman disintegrasi nasional.

Perbedaan agama, budaya, suku, bahasa dan adat dalam diri bangsa Indonesia sesungguhnya dapat menjadi potensi integrasi dan sekaligus potensi disintegrasi. Manakala perbedaan itu dikelola baik, dengan berlaku adil dan menganggap perbedaan sebagai kekayaan khazanah bangsa, maka ia dapat menjadi potensi integrasi. Sebaliknya, manakala perbedaan itu tidak dikelola secara adil, maka ia akan menjadi potensi disintegrasi bangsa.

Ketidakadilan

Terjadinya konflik-konflik antarumat beragama selama ini, bisa jadi disebabkan oleh faktor ketidakadilan itu. Di antaranya tampak jelas dalam hal kesenjangan ekonomi antarpenganut agama. Hal itu juga tampak dalam perlakuan politik berdasarkan agama yang dianut, terutama di masa rezim Orde Baru, di mana demi memperoleh dukungan politik, rezim itu memberikan posisi-posisi strategis kepada elite-elite dari agama tertentu.

Perlakuan kurang adil itu bisa memancing kecemburuan dari satu kelompok terhadap kelompok lain. Apalagi antara umat beragama kurang intens mengadakan dialog agama, perlakuan tak adil demikian tambah membuka peluang terjadinya konflik. Ini terjadi karena masalah agama adalah sangat sensitif bagi para pemeluknya. Sedikit saja ada gesekan, bisa membuat penganutnya terkena emosi. Dan karena alasan fanatisme, hal itu dapat membuat tindakan mereka sulit dikontrol.

Dengan demikian, terjadinya konflik antarumat beragama lebih disebabkan oleh faktor ketidakadilan dalam bidang sosial, politik dan ekonomi. Bukan oleh faktor doktrinal. Agaknya, doktrin-doktrin setiap agama, termasuk Islam dan Kristen, sama sekali tak pernah mengajarkan pemeluknya untuk mengganggu dan merusak harta benda (apalagi membunuh) penganut agama lainnya.

Dalam pemahaman demikian, perbedaan agama semestinya tak perlu menjadi konflik manakala masing-masing umat beragama memahami ajaran agama secara mendalam. Sebab selain perbedaan yang ada antaragama, sesungguhnya juga terdapat banyak persamaan. Apalagi ditambah adanya dialog yang intens untuk sama-sama memperjuangkan masalah kemanusiaan dan kemiskinan. Peluang konflik dengan sendirinya akan makin kecil jika masing-masing umat beragama mau melakukan kerja sama dalam masalah sosial-kemanusiaan.

Karena itu, untuk mencapai kerukunan beragama yang harmonis, kiranya dialog antarumat beragama perlu diadakan secara intensif agar tercipta saling pengertian antarkomunitas agama. Saling pengertian itu akan memungkinkan antarkelompok saling menghormati. Keadaan itu pada gilirannya akan menumbuhkan dan mengembangkan sikap toleran serta memantapkan kerukunan antarumat beragama.

Tapi perlu dicatat, dialog antaragama itu hanya bisa dimulai bila ada keterbukaan sebuah agama terhadap agama lainnya. Persoalannya mungkin baru muncul bila kemudian mulai dipersoalkan secara terperinci apa yang dimaksud keterbukaan itu, segi-segi mana dari suatu agama yang memungkinkan dirinya terbuka terhadap agama lain, pada tingkat mana keterbukaan itu dapat dilaksanakan. Lalu, dalam modus bagaimana keterbukaan itu bisa dilakukan.

Komitmen

Untuk mencapai keterbukaan antaragama, maka idealnya perlu dibuat komitmen bahwa yang diharapkan terjadi dalam dialog antarumat agama bukanlah tindakan yang mempertandingkan persamaan dan perbedaan antara satu agama (sebagai satu sistem substansial yang menyangkut ajaran, doktrin dan kewajibannya) dengan agama lain. Yang perlu dicari adalah bagaimana agama menjadi jalan dan sebab seseorang atau sekelompok orang terbuka kepada kelompok lain.

Dalam konteks itulah perlu dipahami, penyebaran agama adalah hal yang wajar terjadi. Agama Islam dan Kristen sebagai agama dakwah, misalnya, sangat mementingkan hal itu. Para pemeluknya menanggung kewajiban agama untuk mengemban tugas dakwah tersebut. Selain itu, penganutan suatu agama berarti penerimaan dan penghayatan suatu ajaran yang dianggap satu-satunya kebenaran yang menyangkut keselamatan di dunia dan terutama di akhirat.

Karena itu, adalah sangat esensial bila orang yang beragama merasa terpanggil untuk menyelamatkan orang lain lewat ajakan memeluk agama yang diyakininya sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Ini berarti, pada dasarnya penyebaran agama adalah konsekuensi dan bagian dari keberagamaan itu sendiri.

Tapi, penting disadari, jangan sampai cara-cara yang dipakai dalam penyebaran agama dapat menimbulkan ketegangan dalam masyarakat, meskipun hal itu dirasionalisasi dengan alasan dakwah menyebarkan ajaran agama.

Ketegangan dalam penyebaran agama bisa timbul bila cara-cara yang digunakan dinilai kurang wajar. Penyebaran agama dengan cara mendatangi rumah penganut agama lain, ceramah-ceramah, tulisan dan selebaran yang bersifat kecaman terhadap agama lain, tentu akan menimbulkan masalah dalam hubungan antaragama.

Akhirnya, di tengah berbagai konflik antarumat beragama dewasa ini, bangsa kita memang perlu berintrospeksi dengan pikiran yang jernih. Konflik yang sering terjadi di Maluku dan Poso hingga kini serta pembakaran tempat-tempat ibadah di daerah lain, hendaknya tak terulang lagi di masa depan. Sebab pada dasarnya konflik umat beragama akan menambah luka dan derita bagi rakyat.

7. KONFLIK KORUPSI

Untuk mencegah korupsi oleh pejabat, pemerintah perlu menerbitkan undang-undang tentang konflik kepentingan. Materi di dalamnya mengatur sejumlah kepentingan yang harus dihindari pejabat karena berujung korupsi.

"Saya menyambut baik upaya pencegahan konflik kepentingan dengan mencantumkan hal itu dalam berbagai jenis hukum dan peraturan di Indonesia, antara lain dalam Undang-Undang Anti Korupsi," ujar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat membuka Seminar Konflik Kepentingan di Istana Negara, Jakarta, Senin (6/8)

Kepala Negara mengatakan, saat ini korupsi tidak lagi dapat ditoleransi. Oleh karenanya pemerintah telah menciptakan, suatu situasi yang dapat memaksa para pelaku tindak pidana korupsi berpikir ulang sebelum mengulangi tindakannya. Presiden juga menjelaskan kepedulian untuk membasmi korupsi telah meningkat di antara masyarakat. Hal itu terbukti lebih dari 20 ribu aduan atau dugaan korupsi yang dilaporkan masyarakat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dukungan terhadap usulan perlunya memasukkan aturan konflik kepentingan ke dalam undang-undang juga bagian dari pengakuan pemerintah terhadap peliknya kasus korupsi. Presiden menyatakan upaya memberantas korupsi adalah suatu tugas yang rumit dan acap kali berbahaya. "Kita di Indonesia, dalam beberapa kesempatan dapat melihat itu," kata Presiden. Selain melindungi aset negara dan umum dari tindak pidana korupsi, pengaturan konflik kepentingan juga upaya mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat.

"Pengaturan konflik kepentingan tidak hanya semata-mata untuk melindungi aset umum, namun juga merupakan syarat dari suatu negara atau pemerintahan untuk memperoleh kepercayaan dari warga negaranya," tegasnya.

Sementara itu, Ketua KPK Taufiqurahman Ruki menyatakan, pihaknya mendesak pemerintah mengeluarkan UU tentang konflik kepentingan pejabat negara. Undang-undang tersebut berguna untuk melindungi aset negara dari penyalahgunaan wewenang oleh pejabat terkait. Selain itu juga untuk mencegah kebocoran APBD dan APBN yang diperkirakan mencapai 30 %.

"Kita meminta pemerintah membuat peraturan atau UU yang mencegah terjadinya conflict of interest. Saya sudah berulang kali mengatakan hal itu ke Presiden," tegas Ruki.

8. Lunturnya budaya belajar

Pada masa ini generasi muda bangsa Indonesia minat belajarnya begitu rendah padahal Era globalisasi dan era pasar bebas telah menghadapkan manusia pada perubahan-perubahan yang berlangsung sangat cepat dan serba tidak menentu. Terhadap gejala ketidakmenentuan tersebut dan melihat dampak lain yang terjadi di dunia pendidikan, yakni terjadinya hubungan yang tidak linear antara pendidikan dengan lapangan kerja (dan secara lebih luas lagi tampak gejala bahwa pendidikan tampak tidak relevan dengan kondisi masyarakat, baik dalam kehidupan politik, sosial, budaya, ekonomi, ilmu, teknologi, dan seni). Hal itu terjadi karena apa yang berkembang dalam kehidupan masyarakat tampak sulit diikuti oleh dunia pendidikan sehingga terjadi kesenjangan. Kenyataan tersebut sekaligus menegaskan bahwa pembangunan nasional hendaknya tidak hanya melihat kebutuhan internal masyarakat dan bangsa, melainkan juga harus diperluas dengan pandangan ke luar dan ke depan, mengingat masyarakat dan bangsa kita merupakan bagian dari suatu masyarakat dunia yang semakin menyatu.

Pendidikan nasional dewasa ini sedang dihadapkan pada empat krisis pokok, yang berkaitan dengan kualitas, relevansi atau efisiensi eksternal, elitisme, dan manajemen. Lebih jauh lagi dikemukakan bahwa sedikitnya terdapat enam masalah pokok dalam sistem pendidikan nasional, yakni: (1) menurunnya akhlak dan moral peserta didik, (2) pemerataan kesempatan belajar, (3) masih rendahnya efisiensi internal sistem pendidikan, (4) status kelembagaan, (5) manajemen pendidikan yang tidak sejalan dengan pembangunan nasional, serta (6) sumber daya yang belum profesional.

Dalam hubungan tersebut, perlu dilakukan perubahan yang memberi arah bahwa pendidikan merupakan pendekatan dasar dalam proses perubahan sesuai dengan yang diinginkan. Pendidikan adalah kehidupan, untuk itu proses pembelajaran harus membekali peserta didik dengan kecakapan hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan dan kebutuhan peserta didik. Dalam hal ini UNESCO mengemukakan dua prinsip pendidikan. Pertama, penyelenggaraan pendidikan harus mengacu pada empat pilar, yakni: (1) belajar mengetahui (learning to know), (2) belajar melakukan (learning to do), (3) belajar hidup dalam kebersamaan (learning to live together), dan (4) belajar menjadi diri sendiri (learning to be). Kedua, perlu dibudayakan prinsip belajar sepanjang hayat (Iife long learning).

9. Konflik Antar Etnis

Konflik antaretnis terjadi karena ketidaksengajaan atau kesengajaan perilaku maupun kebiasaan yang bisa diterima atau melecehkan budaya yang lain. Contohnya konflik yang terjadi antara etnis tionghoa dengan pribumi yang sering terjadi eksploitasi pada zaman orde baru.

Etnis tionghoa kebih diagungkan-agungkan dan lebih dihormati dibandingkan etnis pribumi yang lebih sering terkucil dan dilecehkan. Tapi semenjak zaman reformasi dikriminasi antar etnus tidak terlalu tampak meskipun faktanya masih ada yang mempraktekkannya. Dalam kehidupan sehari-hari hal ini sering terjadi, misalnya didalam sebuah sekolah, anak yang memiliki ataupun mempunyai orangtua yang menyandang gelar di sebuah sekolah tersebut akan lebih disegani dibandingkan dengan anak biasa lainnya.

Menurut saya, hal tersebut tidak perlu ada dan harus dihapuskan,karena untuk menjalin sebuah hubungan yang harmonis tidak perlu ada pembedaan baik dari etnis,suku,ataupun kasta. Oleh sebab itu saran saya, marilah menjalin toleransi agar tidak terjadi problema pada masa-masa sebelumnya dan saling menghargai antar satu dengan yang lain, serta membangun kerjasama yang dapat menghasilkan sesuatu yang berguna.

10. Konflik antar massa pendukung partai politik

Menurut saya konflik ini terjadi karena adanya beda pendapat antar pendukung-pendukung yang lain dalam menentukan atau mencari pemimpin yang tepat, sehingga menimbulkan masalah,bahka sering terjadi bentrok kekerasan dengan yang lain. Khususnya pada masa pemilu yang akan datang di indonesia.

Menurut thamrin ada 4 bentuk kekerasan antar kelompok yang bertikai dalam pemilu. Antara lain :

  1. Konflik vertikal aparat dengan rakyatnya. Yaitu konflik yang terjadi akibat rakyat dari partai politik yag berbeda berusaha memberikan dukungan maupun suara dengan cara melakukan aksi kampanye yang pada akhirnya sering sekali menimbulkan kericuhan sehingga mengharuskan aparat turun tangan untuk mengamankan.
  2. Konflik antar kelompok masyarakat dengan basis agama, suku, maupun ras.
  3. Konflik adu domba. Konflik adu domba adalah konflik yang terjadi akibat saatu partai denga yang lain saling menjelek-jelekkan nama baik dan reputasi. Akibatnya banyak terjadi kesalahpahaman antarpartai dan calon pemimpin.
  4. Konflik perlawanan yang sumber daya masyarakatnya diambil kelompok lain. Maksudnya adalah konflik yang terjadi akibat salah satu partai mencoba menarik perhatian dan simpati dari para pendukung lawan partainya dengan cara yang tidak lazim.

Jadi menurut saya. Dalam ideologi politik seharusnya dalam mencari atau menentukan pilihanyang tepat ada baiknya diadakan forum diskusi sehingga mendapat titik temu yang dimana didalam forum diskusi tersebut akan diharapkan adanya masukan-masukan atau kritik yang bersifat membangun demi menentukan suatu keputusan atau pilihan. Bukankah indonesia menganut azas demokrasi yakni musyawarah untuk mufakat? Mengapa hanya menjadi atribut saja, tetapi dalam prakteknya amat jarang terlaksana.

11. Lunturnya Semangat Gotong Royong

Lunturnya semangat gotong royong terjadi karena rasa saling membutuhkan, sifat egoisme dari setiap pribadi yang memaksa dirinya memikirkan kepentingan pribadi daripada kelompok, serta keengganan masyarakat kelas atas untuk berbaur dengan masyarakat kelas bawah, sehingga terciptalah budaya “ siapa loe siapa gue” yang tidak mau tahu dalam segala hal dan sekitar. Apalagi ditinjau dari segi ekonomi masyarakat masing-masing. Mereka menganggap dengan memiliki segalanya, dengan mempunyai banyak uang, mereka mampu hidup sendiri tanpa bantuan orag lain, padahal kenyataannya manusia diciptakan sebagi makhluk sosial yang bergantung pada sesamanya. Hal ini sangat jelas terjadi di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Gotong royong yang dulunya adalah budaya indonesia menjadi sekedar atribut indonesia yang dalam prakteknya sudah sangat jarang dilakukan khususnya di daerah perkotaan yang sudah sering disibukkan dengan pekerjaan sehingga menyita banyak waktu dan membuat mereka seing tidak berada di rumah dan akhirnya mereka tidak tahu apa yang tejadi dilingkungan mereka.

Untuk mengembalikan semangat gotong royong, saran dari saya adalah :

· Kesadaran diri dari masing-masing pribadi untuk membangkitkan semangat gotong royong.

· Menumbuhkan rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesama.

· Dibentuk penggerak dari setiap kelompok dimana penggerak ataupun ketua yang terpilih mampu mengajak maupun menghimbau warganya untuk bergotongroyong dalam hal ataupun situasi berbeda.

· Sara yang keempat ini mungkin terlihat kutang etis, tetapi mungkin dengan demikian gotongroyong dapat terus terlaksana dengan cara memberi imbalan bagi mereka yang bersedia membantu.

12. Diskriminasi Dalam Satu Kelompok Tertentu

Diskriminasi dalam satu kelompok tertentu terjadi karena perbedaan ras dalam satu kelompok masyarakat. Contohnya masyarakat yang berkulit hitam dan berkulit putih di Amerika. Masyarakat yag mayoritas berkulit hitam memiliki keterbatasan baik dalam bidang kepemerintahan, politik,sosialbudaya, seni, dan lainnya, untuk mengungkapkan atau mengekspresikan karya-karya mereka. Dibandingkan dengan maasyarakat kulit putih, mereka memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk mereka bertindak, sehingga kehidupan masyarakat kulit putih cenderung lebih berkembang pesat. Masyarakat kulit hitam cenderung kehilangan minat, semangat dan keinginan dalam memproyeksikan kemampuan-kemampuan dari dalam diri mereka sehingga kehidupan mereka kurang berkembang. Selain itu,kesempatan masyarakat kulit hitam sedikit karena masyarakat kulit putih sering mengucilkan keberadaan kulit hitam. Namun sekarang, budaya dari diskriminasi ras tersebut sudah tidak terlalu mencolok karena peluang-peluang mengekspresikan diri sudah terbuka lebar karena kemampuan-kemampuan yang dimiliki patut diandalkan dalam pembangunan.

Dalam pandangan hidup, seharusnya hal seperti demikian tidak boleh terjadi khususnya di negara indonesia yang dikenal dengan BHINEKA TUNGGAL IKA-nya. Hal tersebut bisa menimbulkan perpecahan antar yang lain sehingga tidak akan ada lagi rasa persatuan dan kesatuan dari dalam diri masing-masing individu. Oleh sebab itu aga hal tersebut tidak terjadi ada baiknya kita menjaga komunikasi yang baik untuk menghindari salah paham dan sengketa,serta membuka kesempatan maupun peluang bagi masyarakat yang minoritas, sehingga akan tercipta masyarakat yang harmonis dan serasi.